Kamis, 27 Oktober 2011

Book Report : Demokrasi Pendidikan Islam

BOOK REPORT
PENDIDIKAN NILAI
 Zuraidah : 10 PEDI 1818
A.                Book Desription
Nama Pengarang         : Dr. Al Rasyidin, M.Ag
            Judul Buku                  : Demokrasi Pendidikan Islam ;
                                                  Nilai-Nilai Instrinsik dan Instrumental
            Tempat Terbit              : Bandung
            Penerbit                       : Citapustaka Media Perintis
            Tahun Terbit                : 2011
            Jumlah halaman           : 166 halaman
            Tebal Buku                  : 16 x 24,5 cm
            ISBN                           : 978-602-8826-37-2
            Daftar Isi Buku           :
            Pengantar Penulis
            Bab I   : Pendahuluan
A.    Islam dan Demokrasi
B.     Realitas Praktik Demokrasi di Indonesia
C.     Peran Pendidikan dalam Mengembangkan Nilai dan Kultur Demokrasi
D.    Sekilas Potret Pembelajaran pada Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam.
            Bab II  : Makna, Sumber, Kategori, Dan Indikator Penunjuk Nilai
A.    Makna Nilai
B.     Sumber Nilai
C.     Kategorisasi Nilai
D.    Indikator Penunjuk Nilai
            Bab III: Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam
A.    Makna Demokrasi
B.     Makna Demokrasi dalam Pendidikan
C.     Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan dalam Prespektif  Islam
1.      Nilai-Nilai Demokrasi dalam Al-Qur’an
2.      Nilai-Nilai Demokrasi dalam Hadis Rasul
3.      Nilai-Nilai Demokrasi dalam Konstitusi Madinah
D.    Nilai-Nilai Instrumental Demokrasi Pendidikan Islam dalam Pembelajaran.
E.     Urgensi Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam bagi Peserta Didik.
Bab IV: Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam Dalam Pembelajaran
A.    Proses Pembelajaran Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam
B.     Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam yang Dipraktikkan Guru dalam Pembelajaran di Madrasah
C.     Respon Guru, Dosen, dan Mahasiswa terhadap Nilai-Nilai yang  Ditemukan.
D.    Analisis Terhadap Pembelajaran dan Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam yang Dikembangkan Melalui Inkuiri.
E.     Analisis Reflektif terhadap Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam Melalui Pembelajaran IPI dengan Pendekatan Inkuiri.
F.      Implikasi Teoretikal dan Praktikal
            Bab V  : Penutup
            Dafar Pustaka
            Tentang Penulis
B.                 Interpretation
1.      Bab I
Pada bab I dengan judul besar pendahuluan, membahas tentang demokrasi dalam pandangan Islam dan sebuah realitas praktiknya di Indonesia. Pendahuluan ini dibuka dengan kalimat awal bahwa Islam merupakan agama paripurna yang ajarannya memberi panduan nilai atau prinsip-prinsip etik berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan para pemeluknya. Penulis buku memberikan kata kunci yaitu Islam adalah agama paripurna, yang memiliki pengertian tentang kesempurnaan Islam yang ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia terkhusus para pemeluknya. Panduan nilai atau prinsip-prinsip etik, bukan hanya mengajarkan nilai kehidupan secara personal atau pribadi saja, tetapi juga sosial kemasyarakatan, bahkan dalam lingkup besar yaitu pemerintahan dan kenegaraan. Prinsip-prinsip etik itu antara lain adalah keadilan, kebebasan, musyawarah, toleransi dan lain-lain dalam rangka menata kehidupan sosial yang damai, harmoni, bahagia, dan sejahtera.
Dalam Al-Qur’an dan Hadits, kata pemerintahan demokratis tidak pernah dijumpai secara jelas. Namun, jika dicermati sumber hukum Islam ini memuat prinsip-prinsip etik yang nilainya signifikan dengan esensi dan karakteristik masyarakat atau pemerintahan yang demokratis. Implentasinya dapat dilihat dari praktik nabi Muhammad SAW saat membangun dan memimpin pemerintahan Islam di Madinah, dan dilanjutkan oleh para khulafa’al-Rasyidin.
Bagaimana praktik demokrasi di Indonesia ? penulis menjelaskan suatu realitas yang dijumpai dalam praktiknya yaitu pelaksanaan demokrasi Indonesia mengalami pasang surut atau fluktuasi, yang dimulai dari  demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, sampai pada demokrasi Pancasila. Ketiga sistem demokrasi ini telah dipraktekkan dengan cara yang berbeda-beda.
Pelaksanaan pemerintahan demokrasi pada awalnya membawa sejumlah kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, saat para penguasa merubah strateginya dengan tujuan utama untuk melanggengkan kekuasaannya, maka hal ini akan mengakibatkan mati surinya sebuah demokrasi. Alasan ini menjadikan peran pendidikan sangat besar dan berpengaruh dalam mengembangkan nilai dan kultur demokrasi di Indonesia.
Dalam presfektif demokrasi, terdapat dua tokoh utama yang dapat mengembangkan nilai dan kultur demokrasi, yang pertama adalah partai-partai politik yang bertugas mendidik masyarakat agar memahami, menghayati, dan mengaplikasikan nilai-nilai budaya demokrasi dalam kehidupan. Yang kedua adalah institusi pendidikan yang bertugas mendidik dan melatih masyarakat untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggungjwab dalam mempraktikkan demokrasi.
Keberhasilan dunia pendidikan dalam menanamkan nilai demokrasi pada peserta didiknya akan memberi pengaruh terhadap kehidupan berbangsa di masa depan dan begitu juga sebaliknya. Karena itu, penulis memberi pesan bahwa pemerintah tidak boleh mengintervensi dan memasung kebebasan institusi-institusi pendidikan dalam mengembangkan sistem dan praktik demokrasi.
Namun sangat disayangkan, karena sejak tahun 1963, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia mulai dipengaruhi oleh sistem demokratis yang berwatak politik, sehingga birokrasilah yang menentukan segala-galanya dalam dunia pendidikan, dan mengakibatkan para pendidik berperan hanya sekedar menjadi pelaksana atas apa-apa yang diputuskan oleh birokrasi. Hal inilah yang menjadi ukuran akan belum berhasilnya bahkan tidak berhasilnya pendidikan dalam mengajarkan nilai-nilai demokrasi yang sebenarnya pada para peserta didik.
Kemudian pembelajaran demokrasi di lembaga-lembaga pendidikan Islam, dapat dikatakan belum dilaksanakan secara maksimal, untuk tingkat perguruan tinggi saja masih ditemukan masih jauhnya interaksi ilmiah antara dosen dan mahasiswa, dan pada tingkat dasar dan menengah , proses pembelajaran masih mengandalkan aspek kognisi dan hafalan. Akhirnya proses ini akan menyebabkan rendahnya keatifitas anak karena hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
Sebagai penutup bab I, penulis menyatakan bahwa proses pembelajaran yang dipraktikkan telah bersebrangan dengan esensi pembelajaran yang seharusnya diterima oleh peserta didik yaitu pembelajaran dengan memberikan peluang dan kesempatan luas pada peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang telah dianugerahkan Tuhan pada dirinya.
2.      Bab II  
Melangkah pada bab II, yang mengetengahkan tentang konsep dasar atau pengertian-pengertian yang berkaitan dengan nilai. Seperti makna nilai, sumber nilai, kategori nilai, dan indikator penunjuk nilai.
Penulis memaparkan pengertian nilai dari enam orang tokoh, yaitu : Rokeach berpendapat bahwa nilai adalah suatu keyakinan abadi yang menjadikan rujukan  bagi cara bertingkah laku atau tujuan akhir eksistensi yang merupakan preferensi tentang konsepsi yang lebih baik atau konsepsi  tentang segala sesuatu  yang secara personal dan sosial dipandang lebih baik. Frankel berpendapat bahwa nilai adalah suatu gagasan atau konsep tentang segala sesuatu yang diyakini seseorang penting dalam kehidupan ini. Lemin et.al mendefenisikan nilai sebagai seluruh keyakinan yang kita perpegangi dalam kehidupan. Shaver dan Strong menyatakan bahwa nilai adalah sejumlah ukuran dan prinsip-prinsip yang kita gunakan untuk menentukan keberhargaan sesuatu. Kemudian Winecoff memaknai nilai sebagai serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkai prinsip dengan mana suatu aktivitas dapat diukur. Dan Djahiri memaknai nilai dalam dua arti, yakni (1) nilai merupakan harga yang di berikan seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu yang didasarkan pada tatanan nilai dan tatanan keyakinan yang ada dalam diri atau kelompok manusia yang bersangkutan. (2) nilai merupakan isi-pesan, semangat atau jiwa, kebermaknaan yang tersirat atau dibawakan sesuatu.
Nilai-nilai itu sendiri bersumber pada agama, etika, estetika, logika,  hukum dan budaya. Dan kategori nilai terbagi dua yaitu (1) nilai-nilai moral,  yaitu standar-standar atau prinsip-prinsip yang digunakan seseorang untuk menilai baik atau buruk, benar atau salah suatu tujuan atau perilaku, dan (2) nilai-nilai non moral adalah standar atau prinsip-prinsip yang digunakan yang sesuai dan dipengaruhi oleh nilai-nilai estetika atau penampilan.
Sebagai penutup Bab II, penulis menjelaskan tentang indikator penunjuk nilai dengan merujuk pendapat Frankel, bahwa untuk menunjukkan suatu nilai yang dianut oleh sesorang bisa bersumber pada apa yang dikatakannya (what people say) dan apa yang diperbuatnya (what people do). Maka dengan melihat indikator ini, semakin jelas nilai apa yang dianut oleh seseorang manakala sesuai apa yang dikatakannya dengan apa yang diperbuatnya, atau sebaliknya.
3.      Bab III
Pada bab III, penulis masuk kepada wilayah judul buku yaitu tentang nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam, karena itulah penulis memulai judul kecilnya dengan makna demokrasi sampai pada Urgensi Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam bagi Peserta Didik.
Makna demokrasi terbagi dua, yaitu ; (1) secara etimilogi, berasal dari bahasa Latin, demos artinya rakyat dan cratos artinya kekuasaan. Maka pengertian demokrasi adalah kekuasaan yang dilaksanakan oleh rakyat. (2) Secara istilah, demokrasi adalah prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam menata system pemerintahan negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik, di mana rakyat diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dan negara. Kemudian bagaimana makna demokrasi dalam dunia pendidikan ?, penulis menjawab. Demokrasi pendidikan bisa dimaknai sebagai suatu tatanan  di mana nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan, musyawarah, persamaan, kebebasan, kemajemukan, dan toleransi, dijadikan sebagai landasan atau asas dalam seluruh program dan praktik pendidikan. Dan bagaimana prespektif Islam memandang nilai-nilai Demokrasi ?. Untuk menjawab ini penulis buku memberikan keterangan dari beberapa sumber, yaitu :
1)      Al-Qur’an : Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Muhammad SAW yang berisikan bimbingan dan panduan tentang seluruh aspek kehidupan Muslim, di dalam Al-Qur’an terdapat prinsip-prinsip umum atau nilai-nilai inti demokrasi, seperti nilai-nilai keadilan ; menegakkan keadilan (QS 4: 129,135) menegakkan kebenaran (QS.5:8), menegakkan hukum dengan adil (QS.4:58), dan lain-lain. Nilai-nilai kebebasan ; kebebasan berfikir (QS.2:44,76.24:61,36:62), kebebasan melakukan segala sesuatu (QS.41:40), kebebasan beragama (QS.2:256), dan lain-lain. Nilai-nilai persamaan (QS.2:213,49:13). Nilai-nilai musyawarah (QS.3:159). Nilai-nilai kemajemukan (QS.49:13, 30:22, 5:48). Dan Nilai-Nilai Toleransi (QS.2:256, 6:108, 18:29, dan 109:6).
Penulis menjelaskan dalam konteks pendidikan berkaitang dengan kebebasan dalam berfikir dan bertindak, Al-Qur’an mengajarkan empat hal, yaitu : (1) pendidikan haruslah merupakan penciptaan situasi dan kondisi yang benar-benar kondusif bagi pengembangan ‘aql atau daya nalar dan jism atau kemampuan berbuat peserta didik, (2) dalam setiap pembelajaran, peserta didik diberi kebebasan untuk berfikir kritis dan anlitis mengenai berbagai hal, (3) peserta didik diberi kebebasan dalam berkreasi dan berbuat sesuai dengan tujuan pembelajarannya, dan (4) peserta didik diberi kebebasan dalam mengkomukasikan ide, pemikiran atau pandangannya tentang sesuatu. Kemudian kaitannya dengan kebebasan beragama adalah semua peserta didik diberi kebebasan untuk mengambil ide, pikiran, pendapat atau pandangan yang dinilainya terbaik dari berbagai ide, pikiran, pendapat atau pandangan yang ada sesuai dengan kemampuan pemahaman dan penalarannya. Selanjutnya dalam bidang persamaan  adalah menghapuskan semua hambatan yang memungkinkan seseorang tidak bisa mengaktualisasikan diri dan potensi yan dimilikinya. Nilai berikutnya yaitu musyawarah, menurut penulis ada tujuh point implikasi prinsip musyawah dalam pendidikan, yaitu ; (1) kesediaan untuk mendiskusikan berbagai persoalan, (2) kesediaan mengemukakan pendapat, (3) kesediaan mendengarkan pendapat orang lain, (4) kesadaran dan kesediaan yang tulus untuk saling menerima dan menghormati perbedaan pendapat (5) kesediaan atau kedewasaan untuk menerima kenyataan bahwa pendapat kita ditolak oleh peserta musyawarah (6) kerelaan untuk menerima kompromi, (7) kesiapan dan kedewaaan untuk menerima hasil musyawarah  dan melaksanakannya secara tanggungjawab. Kemudian nilai-nilai kemajemukan mengajarkan untuk berkompetisi secara positif menuju kebaikan, dan dalam toleransi mengandung nilai tidak boleh memaksakan kehendak terkhusus dalam keyakinan, tidak boleh mencerca Tuhan,  dilarang mengklaim kebenaran, dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri dan memberikan hak yang sama pada orang yang beragama lain.
2)      Hadits : Nilai-nilai demokrasi yang telah dipraktikkan Nabi Muhammad SAW dengan berlaku adil terhadap sesama dan tidak pernah membedakan golongan dalam masyarakat. Sabda Rasululllah : Sesungguhnya  hancurnya umat sebelum kalian adalah disebabkan mereka tidak  melaksanakan keadilan, yaitu jika orang yang mulia mencuri tidak dihukum, sebaliknya jika yang lemah dihukum; Demi Allah jika seandainya Fahimah binti Muhammad mencuri, tentu akan aku potong tangannya. (HR. Bukhari).  Nilai-nilai kebebasan, Rasulullah bersabda : Berbuatlah kamu untuk duniamu seolah-oleh engkau hidup selamanya, namun beramallah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok. (HR. Ibnu Qutaibah ). Nilai-Nilai persamaan. Rasulullah bersabda : Hai manusia, ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, bapak kalian satu. Ingatlah, orang Arab tidak lebih utama dari orang ‘Ajam, dan demikian sebaliknya, orang A’jam tidak lebih utama dari orang Arab, orang kulit berwarna tidak lebih utama dari orang kulit hitam, dan sebaliknya, orang kulit hitam tidak lebih utama dari orang kulit berwarna, kecuali karena taqwanya. (HR.Imam Ahmad). Nilai-nilai musyawarah. Rasulullah bersabda: Suatu bangsa yang melaksanakan musyawarah tentu Allah akan memberikan petunjuk-Nya karena kelebihan kehadiran mereka. (HR.Imam Ahmad). Nilai-nilai kemajemukan. Rasulullah bersabda : Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam bersaudara adalah ibarat sesosok tubuh, apabila satu bagian tubuh itu sakit, maka bagian lainnya akan turut merasakannya dengan demam dan panas. (HR. Bukhari). 
3)      Nilai-nilai demokrasi dalam konstitusi Madinah yang terdiri dari 47 pasal, yang di dalamnya memuat aturan dan menata kehidupan masyarakat majemuk di Madinah. Prinsip dan nilai yang dikandungnya adalah pengakuan akan kebhinnekaan dalam kesatuan, persaudaraan muslim, kerjasama atau saling bantu, jaminan terhadap perlindungan dan hak yang sama, keadilan dan persamaan, musyawarah, dan toleransi.
Selanjutnya penulis menjelaskan tentang nilai-nilai instrumental demokrasi pendidikan dalam pembelajaran, ia menawarkan rumusan nilai-nilai instrumental yang bisa disusun oleh pendidik, yaitu ;
1)      Nilai keadilan : memberikan perlakuan yang sama terhadap semua siswa sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, memberi keputusan dari kebenaran, memberi penghargaan,  memberi saksi dengan adil, melangsungkan pola hubungan yang setara, seimbang, tidak memihak, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2)      Nilai kebebasan : mengembangkan suasana pembelajaran yang kondusif, mengakomodasi kebebasan berfikir kritis dan anlitis, mengakomodasi kebebasan dalam berkreasi, mengakomodasi kebebasan dalam mengkomunikasikan ide, pikiran, atau pendapat, dll.
3)      Nilai persamaan : penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia, menghindari dan meminimalisasi factor-faktor yang menghambat proses pengembangan potensi dan aktulisasi diri siswa, memberi perlakuan yang sama kepada semua siswa, memberi peluang yang sama untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi diri.
4)      Nilai musyawarah : menciptakan dan mengakomodasi keinginan untuk menyelesaikan suatu masalah secara damai, terbuka dan dialogis, kesediaan mengemukakan pendapat untuk mencari kebenaran, kesediaan mendengarkan atau menerima pendapat orang lain, kesediaan untuk menerima dan menghormati perbedaan, dll.
5)      Nilai kemajemukan : mengembangkan sikap menghargai kemajemukan, kesediaan berkomunikasi dan berinteraksi dengan komunitas yang majemuk, menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban dalam berkompetisi dengan sesame, dan lain-lain.
6)      Nilai toleransi : tidak memaksakan kehendak, pikiran, atau pendapat, tidak merendahkan pikiran, pendapat, atau keyakinan orang lain, meyakini bahwa kebenaran bersifat relative, dan lain-lain.
Sebagai penutup, penulis menjelaskan urgensi nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam bagi peserta didik, yang dibagi kepada empat point, yaitu (1) demokrasi merupakan asas yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (2) menciptakan warga negara yang demokratis merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan nasional, (3) demokrasi merupakan salah satu prinsip dasar dalam general education, (4) demokrasi merupakan  salah satu prinsip asasi dalam kehidupa masyarakat Islam, dan (5) demokrasi diperlukan dalam rangka merespon berbagai fenomena sosial yang terjadi dan sedang berkembang di Indonesia dan dunia Internasional.
4.      Bab IV
Pada bab IV, penulis menjelaskan tentang implementasi dan pengembangan nilai-nilai demokrasi pendidikan dalam pembelajaran. Bab ini menguraikan tentang suatu prosedur ataupun langkah-langkah penelitian yang diawali studi pendahuluan yang bertujuan untuk merumuskan model konseptual pendekatan inkuiri dalam pembelajaran IPI. Setelah dilakukan studi pendahuluan kemudian divalidasi dan direvisi untuk menghasilkan model hipotetik pendekatan inkuiri yang kemudian dilakukan uji coba secara terbatas. Hasil dari uji coba, dilakukan revisi terhadap model, kemudian disempurnakan. Langkah selanjutnya model yang sudah dihasilkan lalu diaplikasikan dalam beberapa siklus pembelajaran, kemudian dilakukan refleksi dan revisi pada siklus berikutnya. Hasil akhirnya adalah jika seluruh siklus dianalisa dan dirumuskan temuan untuk menarik kesimpulan yang tepat.
Pada bab ini juga menerangkan tentang cara pendidik dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran, baik di madrasah maupun universitas. Dan memaparkan hasil pengamatan mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru MAN sekota Medan dengan mewawancarai para guru tersebut, serta memaparkan nilai dan perilaku yang dikembangkan mahasiswa dalam keseluruhan pembelajaran, baik selama inkuiri lapangan, sampai pada berlangsungnya perkuliahan di kelas. Yang menarik adalah penulis menguraikan beberapa respon terhadap nilai-nilai yang di temukan, seperti respon guru. Penulis menuliskan menurut para guru, seorang pendidik wajib mengamalkan seluruh nilai-nilai tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sedangkan para dosen mengatakan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan, dapat disamakan dengan penegakan syari’at Islam sebagaimana yang digariskan oleh al-Qur’an dan Hadits. Dan pendapat ini tidak berbeda jauh dengan mahasiswa yang menyampaikan respon positif tentang nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam yang mereka temukan dari praktik pembelajaran yang ditampilkan guru masdrasah. Mahasiswa berpendapat bahwa di dalam membelajarkan, guru tampak mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam, seperti keadilan, kebebasan, persamaan, musyawarah, kemajemukan, dan toleransi, baik dalam membuka pelajaran atau mengakhiri pertemuan.
Dalam bab ini, bukan hanya memaparkan tentang prosedur, cara pendidik dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran, hasil pengamatan siswa atau respon tentang hasil temuan penerapan nilai-nilai demokrasi, bahkan lebih dari itu penulis menguraikan analisis terhadap pembelajaran dan nilai-nilai demokrasi Islam yang dikembangkan melalui pendekatan inkuiri lapangan, disebutkan bahwa ketika mahasiswa melakukan inkuri lapangan, berlangsung komunikasi dan interaksi edukatif yang menyebabkan terjadinya  persentuhan antara nilai-nilai yang dipedomani dan diyakininya dengan nilai-nilai yang dipedomani dan dianut oleh orang lain. Proses ini memberikan kesempatan luas bagi mahasiswa untuk mempraktikkan dan mengembangkan nilai-nilai berlansung semakin intens ketika mereka dibimbing dan diarahkan dosen untuk mendiskusikan atau membahas hasil-hasil inkuiri dan topic pembelajaran IPI. Akhirnya keseluruhan  nilai dan perilaku yang ditampilkan menurut penulis adalah merupakan aktualisasi konkrit dari nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam yang dikembangkan mahasiswa selama berlangsungnya pembelajaran.
Kemudian bagaimana analisis reduktifnya ? jawaban penulis adalah telah terjadi perubahan budaya belajar di kalangan mahasiswa. Perubahan ini dapat dilihat dari tiga aspek : (1) persepsi terhadap pembelajaran, karena pandangan semula yang menganggap bahwa perkuliahan hanya sekadar proses tranmisi atau suplay pengetahuan melalui pengajaran, berubah menjadi upaya menciptakan pengalaman belajar yang variatif untuk mencari, menemukan, mengkrontruksi, dan mengembangka pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental dengan penekanan pada maksimalisasi peran mahasiswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran (2) sikap dan kebiasaan dalam pembelajaran, yang semula tradisi belajar mahasiswa lebih banyak dilakukan dengan membaca buku, mendengar ceramah, diskusi, berubah menjadikan mahasiswa tidak hanya berinterkasi dengan textbooks dan pengalaman belajar di kelas saja, tetapi diberikan bimbingan dan pengarahan untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar yang variatif dan bersentuhan langsung dengan sejumlah fenomena empiric pembelajaran      di madrasah untuk menganalisis relevansi teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan empiric di lapangan, (3) komitmen terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan dua perubahan sebelumnya pada akhirnya memberikan semangat pada mahasiswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, hal ini ditandai dengan adanya motivasi dan keinginan kuat untuk menggali dan mendapatkan infromasi yang dibutuhkan. Dan perubahan ini memberi dampak positif bagi tumbuhnya kemandirian dan kebersamaan dikalangan mahasiswa dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Kemudian perubahan selanjutnya yaitu pada kemampuan mahasiswa untuk memecahkan masalah yang tidak hanya bersifat theoretical oriented, tetapi juga berorientasi pada pengalaman yang pernah dilalui dan fakta-fakta empiric yang terjadi di lapangan. Perubahan terakhir adalah berbagi tanggungjwab dalam menciptakan atmosfir atau suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, dan produktif.
Kemudian, penulis menjelaskan tentang implikasi Teorikal dan Praktikal dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi. Yang pertama penulis membahas implikasi terhadap IPI, pembahasan ini focus kepada pembelajaran, bahwa implikasi ini akan mengarah pada keidealan seluruh materi pembelajaran baik konsep, teori, dan nilai-nilai seharusnya dikembangkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, serta investigasi atau penyelidikan empirik. Dan dalam konteks proses pembelajarannya, perlu menyeimbangkan pola perkualiahan yang terlalu dominan teori dengan pola pembelajaran yang memungkin mahasiswa untuk berpartisipasi secara aktif dan bersentuhan secara langsung dengan berbagai kenyataan ampirik pendidikan Islam di lapangan. Lalu implikasi terhadap General Education, ada dua hal utama yang berkaitan dengannya yaitu (1) pembentukan kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang paripurna, dan (2) nilai-nilai yang merupakan pembendaharaan makna yang harus ditranformasi dan dikembangkan ke dalam diri peserta didik melalui pelaksanaan General Education.
Pada akhir bab ini, penulis mengatakan bahwa implikasi nilai-nilai demokrasi hanya dapat dipahami, dicerna, dan dipraktikkan oleh seseorang setelah ia memiliki kepekaan nilai (sensitivity of values), dan kepekaan nilai hanya dimiliki oleh seseorang yang terlibat atau berinteraksi langsung dengan kehidupan empiric. Dan setiap peserta didik haruslah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nilai-nilai demokrasi pendidikan terkhusus pendidikan Islam.
5.      Bab V
Penutup. Bab ini sebagai penutup atas rangkaian pembahasan sebelumnya yang telah membahas secara rinci tentang demokrasi pendidikan Islam. Penulis mengatakan bahwa salah satu kritik tajam yang selalu dialamatkan kepada institusi pendidikan formal adalah kegagalannya dalam mendidikkan dan mengembangkan nilai-nilai ke dalam diri dan kepribadian peserta didik. Fenomena ini semakin diperparah dengan adanya penemuan kekerasan dalam dunia pendidikan dan proses pembelajaran. Hal ini merupakan kondisi yang memprihatinkan jika pendidikan dianggap gagal dalam mendidik dan mengembangkan nilai-nilai ke dalam diri dan kepribadian peserta didik. Dan solusi terhadap masalah ini adalah dengan kembali menghidupkan fungsi pendidikan sebagai lembaga ilmu yang memiliki tugas utama sebagai tempat untuk mengembangkan dan mendidikkan nilai-nilai demokrasi ke dalam diri anak sehingga menjadi berwujud menjadi kepribadiannya.
Pendidikan Islam sendiri tidak hanya mengajarkan nilai sebatas kognitif saja, dan terbatas hanya selebar ruangan kelas. Tetapi juga menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan peluang dan kesempatan besar pada peserta didik untuk bersentuhan secara langsung dengan berbagai fenomena nilai dalam kehidupan empirik.
C.                Evaluation
Setelah saya membaca dan menguraikan penjelasan penulis tentang buku yang berjudul “ Demokrasi Pendidikan Islam ; Nilai-nilai Instrinsik dan Instrumental “. Saya memberi pendapat bahwa buku ini sangat baik, dengan alasan penulis memberikan wacana pemikiran yang berbeda tentang sebuah penggunaan  makna demokrasi. Selama ini, secara umum masyarakat selalu menghubungkan demokrasi itu hanya pada masalah sistem pemerintahan saja. Tetapi, tidak dengan penulis. Ia berusaha merubah dogma terhadap penggunaan demokrasi ke dalam dunia pendidikan terkhusus Islam. Karena jika ditinjau dari segi pemahaman, tidak semua penganutnya sepakat bahwa ada “ Demokrasi” di dalam ajaran Islam, tetapi penulis menguraikan secara lengkap tentang nilai-nilai inti yang terdapat dalam demokrasi telah dimiliki oleh Islam, hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah ayat dalam Al-Qur’an, Hadits Rasulullah, dan perjalanan sejarah Islam.
Yang menarik adalah, penulis membuat judul demokrasi pendidikan Islam. Menurut saya, penulis ingin menyampaikan sebuah pesan kekecewaan dalam bentuk karya, pesan ini saya tangkap melalui pernyataan pada halaman 10 yang berbunyi “ Karenanya, pemerintah tidak boleh mengintervensi dan ‘memasung’ kebebasan intitusi-institusi pendidikan dalam mengembangkan system dan praktik demokrasi “. Berikutnya saya setuju dengan pernyataan ini, salah satu alasannya adalah karena pendapat ini didukung oleh data yang disampaikan oleh penulis pada halaman selanjutnya yaitu, bahwa politik telah mulai memasuki ‘dapur’ pendidikan sejak tahun 1963, dan tahun 1978 muncul suasana yang sangat restriktif bahwa yang boleh berfikir hanya birokrasi pendidikan saja. Sementara para guru dan petugas pendidikan hanya menjadi pelaksana atas seluruh keputusan birokrasi saja. Mungkin inilah yang harus memotivasi lahirnya sebuah demokrasi dalam dunia pendidikan.
Kemudian berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini, penulis mengatakan dalam bab penutup bahwa lembaga pendidikan cenderung mendapat kritikan keras dari berbagai kalangan, karena dianggap  “gagal” dalam mendidik dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi pada pribadi peserta didik. Maka pendapat saya bahwa seperti mengaplikasikan sebuah nilai musyawarah, apa yang disampaikan oleh orang lain, secara besar hati harus diterima. Mungkin benar kritikan itu adalah suatu kekurangan yang harus segera kita benahi. Namun, permasalahannya adalah apakah semua unsur yang terkait dengan dunia pendidikan mau bekerja sama, saling membahu untuk menyelesaikan permasalahan ini ? Apakah pembenahan itu hanya cukup sekedar mengenalkan nilai-nilai, mendidikkannya, kemudian mengembangkannya menjadi kepribadian ?.
Ada dua hal pokok yang saya simpulkan dari buku ini, dalam rangka mewujudkan demokrasi pendidikan Islam. Yang pertama pemerintah harus ‘memerdekakan pendidikan’ dari pengaruh politik, yang kedua para pendidik harus berbenah menjadi pendidik yang professional, menguasai teknologi, dan harus bisa menjadi standar ukuran indikator penunjuk nilai, yaitu harus sesuai apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
Sedikit ada masukan terhadap buku ini, walaupun saya sebagai pembaca sudah memahami bahwa yang dimaksudkan penulis mungkin kritikan terhadap dunia pendidikan itu adalah secara umum, walaupun secara khusus tidak tertutup kemungkinan ada perbaikan dan kemajuan pada lembaga pendidikan secara personal. Namun, saya khawatir ada pembaca lain yang mungkin memerlukan penjelasan. Hal ini berkaitan dengan masalah hasil pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap guru-guru MAN se-kota Medan, di sana dituliskan bahwa banyak respon positif dari beberapa kalangan pendidikan, bahkan secara analisis terjadi perubahan terhadap pribadi mahasiswa. Ini berarti bahwa demokrasi pendidikan membawa dampak positif, dan sudah tentu yang mengaplikasikan ini adalah para pendidik. Menurut saya informasi ini sangat berharga. Namun, terjadi pertentangan yang besar terhadap informasi yang berbeda yaitu pada pembahasan potret pembelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dipraktekkan para guru umumnya menempatkan peserta didik sebagai ‘penerima informasi’ pengetahuan bahkan guru menempatkan diri sebagai ‘satu-satunya’ sumber belajar, dan kesan ini  semakin negatif dengan pesan penutup bahwa pendidikan seakan-akan dinilai ‘gagal’ dalam mendidikkan dan mengembangkan nilai-nilai dalam diri dan pribadi peserta didik. Akhirnya masukan saya adalah sebaiknya pada bagian penutup, penulis juga memberikan apresiasi kepada lembaga pendidikan yang sudah mencoba berbenah, walaupun secara umum pendidikan memiliki tugas untuk secara kolektif memperbaiki diri.
D.                Recommendation
Melihat dan membaca isi buku ini secara mendalam, saya sangat menyarankan agar buku ini dibaca dan dapat menjadi rujukan terhadap permasalah demokrasi. Buku ini mengandung banyak ilmu dan motivasi, serta menguraikan berbagai hasil penelitian yang dapat dipertanggungjwab-kan. Penulisan bukupun disampaikan dengan santun, serta tidak ada kalimat yang tidak bisa kita fahami. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh riwayat pendidikan penulis yang banyak menimba ilmu di lembaga pendidikan Islam.
Saya terkesan dengan pernyataan penulis di kulit belakang buku ini, yaitu karena nilai adalah sesuatu yang diperoleh seseorang melalui proses pembelajaran, maka idealnya peserta didik dalam pendidikan Islam diberikan kesempatan yang luas untuk mengkonstruksi dan mengembangkan nilai-nilai, baik secara individual maupun kelompok, sehingga mereka dapat memahami, menghayati, melakoni, dan mengalami sendiri nilai-nilai tersebut.
Akhirnya, saat saya merasa bahwa buku ini menambah wawasan keilmuan bagi saya, maka saya juga berharap kepada pembaca lain untuk mengambil manfaat yang sama bagi motivasi dan perubahan, yang akan melahirkan demokrasi dalam dunia pendidikan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar