NILAI,
MORAL, DAN NORMA
Ummi Kalsum Khairani : 10 PEDI 1817
I.
Pendahuluan
Pengertian
pendidikan secara umum adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar oleh
seluruh unsur dalam dunia pendidikan,
hal ini tercermin dari kesiapan
tenaga kependidikan dalam pengelolaan, para pendidik dengan kapasitas ilmu yang
dimilikinya, peserta didik dengan
seluruh keunikan dan cita-cita yang ingin dicapainya, dan masyarakat dengan
potensi kritik yang dimilikinya dalam rangka mendukung tercapainya tujuan
pendidikan secara maksimal.
Urgensi
pendidikan jika dipandang dari setiap sudut atau dibahas dalam kajian agama yang berbeda, maka jawabannya
tetap sama yaitu memiliki peranan penting terhadap majunya sebuah peradaban
bangsa dan dunia. Sebab peranan yang luar biasa inilah, pendidikan terus mengalami perkembangan
sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang
ada pada semua pelaku pendidikan.
Secara
ideal, Indonesia telah memiliki rumusan Sistem Pendidikan Nasional yang
terdapat dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Namun,
dalam prakteknya pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan ideal ini banyak
mengalami kesulitan dan permalahanan, terutama dalam menciptakan peserta didik
yang beriman, bertaqwa, dan berakhlaq mulia.
Dalam
bukunya yang berjudul Percikan Pemikiran
Pendidikan, Al-Rasyidin menyatakan bahwa solusi untuk menyelesaikan
permalahan pendidikan di Indonesia adalah dengan cara mengembangkan filsafat
pendidikan Indonesia yang mampu mengintegrasikan keimanan dan intelektualitas
secara harmoni dan seimbang untuk membimbing dan mengarahkan penyelenggaraan
pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro. 1
Paparan pendahuluan ini memberikan gambaran
tentang permasalahan pendidikan terutama dalam penerapan nilai, norma, dan
moral. Karena fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pembelajaran
nilai dengan
penerapan nilai. Untuk lebih jelas, permasalahan ini
dibahas pada materi berikutnya.
1.
Al Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan, (Bandung,
Cita Pustaka Media Perintis,2009), h. 22
II.
Nilai , Moral, dan Norma
A.
Pengertian Nilai, Moral dan Norma
Pada umumnya di
masyarakat istilah nilai, moral, norma, bahkan etika, dan akhlaq, dianggap memiliki pengertian yang sama dan
jarang sekali untuk dibedakan dengan jelas. Tidak tertutup kemungkinan ada
kesamaan makna yang disesuaikan dengan keadaan tertentu. Namun, untuk lebih
jelasnya perbedaan pengertian atas lima istilah di atas, berikut ini akan
diuraikan satu persatu.
1.
Nilai
Adapun
pengertian nilai dapat dilihat dari beberapa pendapat ahli, yang tertera
berikut ini :
a. Frankel mendefenisikan nilai sebagai an idea – a concept – about what someone thinks is important in life.
Pengertian ini
mengemukakan bahwa nilai adalah suatu gagasan atau konsep tentang segala
sesuatu yang diyakini seseorang penting dalam kehidupan ini.2
b. Milton Rokeach :
A Value is an enduring belief that
a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially
preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of
exixtence.3
Berdasarkan pengertian
ini, nilai adalah suatu keyakinan yang abadi yang menjadi rujukan bagi cara
bertingkah laku atau tujuan akhir eksistensi yang merupakan preferensi tentang
konsepsi yang lebih baik atau konsepsi tentang segala sesuatu yang secara
personal dan sosial dipandang lebih baik.
c. Sjarkawi :
Nilai atau value (bahasa Inggris) atau Valere (bahasa Latin) berarti berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat
menjadi objek kepentingan 4
d. Hodgkinson (1978 dan
1983) menyediakan sebuah kerangka yang berguna yang dengannya nilai dapat dianalisis
dan ditafsirkan. Ia mendefenisikan nilai sebagai konsep tentang apa yang
diinginkan dan dengan kekuatan motivasi, dan sebagai penentu penggerak penentu
tingkah laku.5
2. Al Rasyidin, Demokrasi
Pendidikan Islam , (Bandung,Cita Pustaka Media Perintis, 2011), h. 16.
3. Milton Rokeach, The
Nature Of Human Value , (NewYork, The Free Press, 1973) h. 5.
4. Sjarkawi, Pembentukan
Kepribadian Anak , (Jakarta Bumi Aksara,
2006), h. 29.
5. Cyril Poster, Gerakan
Menciptakan Sekolah Unggul, (Jakarta, Lembaga Indonesia Adidaya, 2000), hl.196
Dengan pengetian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
nilai adalah suatu konsep atau sebuah keyakinan yang abadi dan dianggap sangat
penting dalam kehidupan seseorang, yang dengan konsep itu seseorang dipandang
baik secara personal dan sosial, bahkan merupakan kekuatan dalam melahirkan
motivasi untuk menentukan tingkah laku seseorang.
Lebih luas lagi, Zaim Elmubarok dalam bukunya Membumi-kan
Pendidikan Nilai, mengatakan bahwa nilai-nilai dapat menjadi milik bersama
dalam satu masyarakat. Ia menguraikan jika suatu masyarakat telah mempunyai
nilai yang sama tentang yang berguna dan tidak berguna, tentang yang cantik dan
tidak cantik, tentang yang baik dan buruk, maka masyarakat yang seperti itu
seolah-olah telah direkat oleh suatu norma yang sama, sehingga anggota
masyarakat itu akan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi. 6)
2. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos jamaknya adalah more , yang memiliki pengertian kebiasaan, adat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 1988, kata mores masih dipakai dalam arti yang sama, yaitu secara etimologi
kata etika sama dengan etimologi kata moral, yang berarti adat kebiasaan. 7)
Dan Al Rasyidin (2011), menuliskan pengertian moral yaitu :
“ Secara etimologi, term moral
berasal dari kata mores (Latin) yang
maknanya selalu mengacu pada idea of
custom. Dari asal kata ini, Pojman kemudian memaknai moral sebagai… the principles of conduct of both ideal and
actual, yaitu prinsip-prinsip tentang perilaku ideal dan aktual. Sedangkan
Piaget, sebagaimana dikutip Djahiri, membatasi moral sebagai views about good and bad, right and wrong,
what ought to or ought not to do, yakni pandangan tentang baik buruk dan
benar salah suatu perilaku atau perbuatan yang ditampilkan seseorang.
Karenanya, moral merupakan salah satu domain penting yang menjadi ukuran dalam
menilai dan mempertimbangkan suatu perilaku, apakah ia baik atau buruk, benar
atau salah, lurus atau bengkok. “ 8)
6. Zaim Elmubarok, Membumikan
Pendidikan Nilai, (Bandung, Alfabeta, 2008), h. 10
7. K.
Bertens, Etika , (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h 4.
8. Lihat Al Rasyidin, Percikan
Pemikiran Pendidikan, h.72.
3. Norma
Norma memiliki pengertian suatu ukuran, garis pengarah, atau
aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian. Dengan maksud bahwa jika ada
suatu nilai yang sudah tertanam secara emosional dan mendalam serta sadar bahwa
nilai itu menjadi milik bersama, maka nilai itu akan menjadi suatu norma yang
disepakati dalam satu masyarakat, sehingga kedudukannya menjadi kuat. Kekuatan
norma akan melahirkan sanksi bagi orang yang melanggarnya, yaitu :
a.
Jika anggota masyarakat melaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku,
maka akan diberikan pujian, balas jasa, dsb, sebagai bentuk imbalan.
b.
Jika anggota masyarakat tidak melaksanakan sesuai dengan norma yang
berlaku, maka hukuman yang diterima dalam bentuk celaan dan sejenisnya.
4. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tunggal dan ta etha dalam bentuk jamak. Ethos memiliki banyak pengertian antara
lain adat, akhlak, watak, sikap, dan lain-lain, sedang ta etha memiliki arti adat
kebiasaan.
Berdasarkan KBBI tahun 1998, K. Bertens menjelaskan secara
rinci bahwa etika yang memiliki tiga pengertian 9, yaitu :
a.
Etika dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
b.
Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral.
c.
Etika dalam arti ilmu tentang yang baik atau buruk.
Dan menurut Black yang dikutip oleh Sjarkawi (2006:27), etika
adalah ilmu yang mempelajari cara manusia memperlakukan
sesamanya dan apa arti hidup yang baik. 10
9. Lihat K. Bertens, Etika
, h. 6.
10. Sjarkawi, Pembentukan
Kepribadian Anak , ( Jakarta, Bumi Aksara, 2006) , h. 27
5. Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jama’ “khuluq” dari bahasa Arab, yang secara etimologis
berarti tabiat, kebiasaan, kesatriaan, agama 11. Dalam buku Falsafah Pendidikan Islam, Al Rasyidin,
menguraikan pengertian akhlak dari beberapa pendapat sebagai berikut :
a. Miskawaih mendefenisikan akhlaq sebagai suatu keadaan jiwa
atau sikap mental yang menyebabkan individu bertindak tanpa dipikir atau
dipertimbangkan secara mendalam.
b. Abu Hamid Al- Ghazali mendefenisikan akhlaq sebagai sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
c. Abdul Karim Zaidan mendefenisikan akhlaq sebagai nilai-nilai
dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang menjadikan seseorang
berkemampuan menilai perbuatan baik atau buruk untuk kemudian memilih melakukan
atau meninggalkannya. “ 12
Pengertian – pengertian istilah
yang sudah diuraikan di atas, menjelaskan bahwa tidak ada satupun istilah yang
mengandung pengertian yang sama seperti yang telah disangkakan masyarakat pada
umumnya, akhirnya dapat disimpulkan bahwa :
1.
Nilai adalah gagasan atau konsep yang memiliki kualitas, sehingga menjadikan
hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, bermuatan
motivasi, dalam mencapai tujuan kehidupannya.
2.
Moral adalah pandangan tentang baik buruk dan benar salah suatu perilaku
atau perbuatan yang ditampilkan seseorang.
3.
Norma adalah suatu ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi
pertimbangan dan penilaian.
4.
Etika adalah ilmu yang mempelajari cara manusia memperlakukan sesamanya
dan apa arti hidup yang baik.
5. Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam
jiwa
manusia yang menjadikan seseorang berkemampuan menilai perbuat
11. Din Zainuddin, Pendidikan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Islam,(Jakarta, Al-Mawardi Prima, 2004),
h. 3
12. Al Rasyidin,
Falsafah Pendidikan Islam, (Bandung,Cita Pustaka Media Perintis, 2008) h. 67
an baik atau buruk
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.
B.
Sumber Nilai
Secara umum, nilai – nilai yang yang sudah tertanam pada diri
satu orang atau kelompok masyarakat, yang dijadikan rujukan dalam hal
menentukan standar, suatu prinsip sampai masalah harga, hal ini bersumber pada
: (1) etika, (2) estetika, (3) estetika, (4) agama, (5) hukum, dan (6) budaya 13
, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ke enam sumber nilai
di atas memiliki pengertian :
1.
Agama yaitu ajaran, sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya
2.
Etika yaitu ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
3.
Estetika yaitu kepekaan terhadap
seni dan keindahan
4.
Logika yaitu pengetahuan
tentang kaidah berpikir.
5.
Hukum yaitu peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah
6.
Budaya yaitu sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. 14
Berikut ini adalah uraian yang
menjelaskan tentang sumber – sumber nilai.
1.
Agama atau disebut juga sistem keyakinan manusia kepada Tuhan, pada dasarnya mengatur empat hal utama, yaitu
:
a.
Mengatur tata cara manusia dalam beribadah kepada Tuhan.
b.
Mengatur cara berinteraksi manusia terhadap dirinya sendiri.
c.
Mengatur cara menata pergaulan manusia dengan sesama.
d.
Mengatur cara berinteraksi antara manusia dengan alam.
Kaidah di atas menguatkan tentang
urgensi dan keutamaan agama sebagai rujukan dalam menentukan standar, prinsip,
dan dalam menentukan harga.
2.
Etika
13.
Lihat Al Rasyidin, Demokrasi
Pendidikan Islam , h.19
14.
Pusat Bahasa Dep.Pendidikan Nasional RI, “ KBBI “ , diambil
dari http://pusatbahasa.diknas.go.id
Sumber nilai yang pertama ini, merujuk pada timbangan benar
atau salah, baik atau buruk. Manusia pada hakikatnya membawa
potensi baik dan buruk
dalam dirinya, dan
memiliki kekuasaan
terhadap tindakan yang ingin dilakukannya. Dengan etika, maka
diharapkan pilihan perbuatannya lebih cenderung ke arah kebaikan dengan
mengandalkan ukuran logika atau nilai-nilai intelektual serta perintah dan
larangan Tuhan yang terdapat dalam kitab suci.
3.
Estetika
Estetika adalah timbangan yang berdasarkan keindahan atau
sebaliknya, potensi ini juga sudah ada pada manusia dengan mengasah perasaan
yang dimiliki untuk mengukur
keindahan da-
lam bentuk
pikiran, gagasan, perilaku, atau dalam bentuk objek lain, seperti pemandangan
dan alam.
4.
Logika
Logika memiliki peran dalam bentuk penalaran untuk memberikan
konstribusi dasar-dasar pertimbangan dalam menentukan keputusan yang tepat
dengan argumentasi kuat.
5.
Hukum
Dengan hukum
manusia membuat peraturan dan undang – undang yang disepakati untuk menata
kehidupan yang aman, damai, dan harmonis.
6.
Budaya
Budaya membuka
peluang besar atas pewarisan nilai untuk dikembangkan pada generasi berikutnya.
Dan manusia dengan potensi yang ia miliki maka sudah selayaknya berinteraksi dengan
manusia yang lain untuk memperkaya khazanah atau menyatukan budaya – budaya
positif yang ada.
C.
Klasifikasi
Nilai dan Norma 15
Dalam
pembahasan ini ada beberapa pendapat yang akan pemakalah kemukakan,
yang kesemuanya bersumber dari buku
Demokrasi
Pendidikan karangan Al-Rasyidin.
15.
Lihat Al Rasyidin, Demokrasi
Pendidikan Islam , h.19
1. Klasifikasi
Nilai
Menurut
Shaver dan Strong, secara umum nilai
terbagi kepada :
a.
Nilai – nilai
moral
Nilai – nilai moral adalah standar
atau prinsip yang dibangun oleh seseorang atau kelompok untuk memberikan
penilaian apakah suatu perbuatan mengandung kebaikan atau sebaliknya, dan
standar atau prinsip ini juga digunakan untuk mengukur suatu kebenaran atau
kesalahan dalam menilai suatu tindakan yang akan dan sudah dilakukan.
Sifat nilai-nilai moral terbagi dua
yaitu : sifat moral personal dan sifat moral sosial. Sifat moral personal
adalah sifat yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menjustifikasi
perilakunya saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, pengertian
justifikasi dalam hal ini adalah seseorang memiliki hak untuk menjelaskan
maksud pada saat ia berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain dengan
tujuan agar tidak terjadi salah faham. Sedangkan sifat moral sosial adalah nilai
kebenaran yang sesuai dengan kesucian kehidupan manusia, yaitu sifat yang
secara umum diakui manusia memiliki nilai kebenaran yang tak terbantahkan
b.
Nilai – nilai
non moral
Kemudian nilai – nilai non moral
adalah nilai menggunakan standar atau prinsip yang sesuai dan dipengaruhi oleh
nilai estetika dan penampilan, seperti menilai kecantikan, penampilan,
ketrampilan dan lain – lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita
selalu bersentuhan dengan nilai-nilai non moral dan karena standar penilaiannya
adalah estetika, maka setiap orang memiliki hak untuk memberikan penilaian
kepada orang lain. Hanya penilaian itu dibatasi dengan etika dan akhlaq,
artinya pendapat yang diberikan tidak boleh disampaikan untuk menyakiti
perasaan orang lain.
Nilai moral dan non moral dapat
dikelompokkan pada dua bagian, yaitu ;
a.
Nilai-nilai
intrinsik, yaitu nilai moral atau nilai non moral yang merujuk kepada standar
atau prinsip yang disebut end value atau terminal values.
b.
Nilai-nilai
instrumental, yaitu ukuran-ukuran nilai yang disusun untuk meraih
standar-standar nilai yang lain.
Sedangkan Frankel mengkategorikan nilai ke dalam dua
bagian utama, yaitu :
a.
Estetik : merujuk pada telaah dan justifikasi tentang
segala sesuatu yang dipertimbangkan manusia sebagai kecantikan atau keindahan atau hal-hal lain yang bisa secara
langsung dan tidak tidak langsung dapat dinikmati.
b.
Etik : merupakan
telaah atau justifikasi tentang perilaku yakni bagaimana orang bertingkah laku.
2. Klasifikasi
Norma
Dalam bukunya yang berjudul Etika, K. Bertens
menjelaskan pembagian norma secara umum 16, yaitu :
1.
Norma kesopanan atau
etiket, yaitu norma yang mengatakan apa yang seharusnya kita lakukan. Mungkin
karena alasan inilah etiket sering dicampurkan dengan etika. Tapi etiket hanya
menjadi tolak ukur untuk menentukan apakah perilaku kita sopan atau tidak dan
hal itu belum tentu sama dengan etis atau tidak etis.
2.
Norma hukum.
Norma ini merupakan norma yang paling penting, dan secara nyata kita sering
menjumpai praktek norma hukum dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat pada
berbagai tempat.
16. Lihat K.
Bertens, Etika , h. 148.
3.
Norma moral.
Sedangkan norma moral adalah norma yang paling menentukan apakah perilaku kita
baik atau buruk dari sudut etis. Karena itu norma moral adalah norma tertinggi,
yang tidak bisa ditaklukkan pada norma lain. Sebaliknya, norma moral menilai
norma-norma yang lain.
D.
Indikator
Penunjuk Nilai
Memberikan penilaian bukanlah
pekerjaan yang mudah, alasannya adalah suatu nilai tidak bisa dilihat secara
langsung, karena itu penilaian memerlukan
indikator atau tolok ukur, dengan tujuan penilaian yang diberikan bersifat
objektif dan bukan dipengaruhi pandangan secara subjektif. Indikator atau tolok
ukur ini akan menjadi instrument penunjuk nilai untuk membenarkan atau
menyalahkan, yang dianut oleh seseorang atau kelompok dalam masyarakat.
Indikator yang bisa menunjukkan
suatu nilai itu bisa bersumber dari apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang (what people say
and do). Artinya, untuk mengetahui nilai-nilai yang dianut dan diyakini
seseorang, maka kita dapat melihatnya dari berbagai hal yang dikatakan dan
diperbuatnya. Dalam konteks ini, akan semakin jelas nilai apa yang dianut
seseorang manakala apa yang dikatakannya sesuia dengan perbuatannya atau apa
saja yang diperbuatnya sesuai dengan apa yang dikatakannya. “ 17
Pada pembahasan sebelumnya sudah
dijelaskan tentang makna nilai, yaitu nilai yang dianut atau diyakini baik
secara pribadi atau kelompok dalam masyarakat adalah merupakan kumpulan dari
standar atau prinsip untuk memberikan penilaian terhadap sikap yang mengandung
kebaikan sehingga dapat perbuatan sesorang dianggap benar, atau keburukan yang
akhirnya perbuatan seseorang dinyatakan salah. Yang menarik adalah nilai –
nilai yang dianut belum tentu disemua tempat sama, hal ini didasari karena
faktor sumber-sumber nilai, karena boleh saja pada satu tempat
sumber nilai sangat
17.
Lihat Al
Rasyidin, Demokrasi Pendidikan Islam
, h. 25.
dipengaruhi oleh agama, sementara pada tempat lain
sumber nilai
dipengaruhi oleh etika. Namun, apapun sumbernya.
Nilai itu menunjukkan bangunan suatu peradaban, karena tidak mungkin pribadi
atau kelompok menetapkan suatu nilai untuk kemunduran. Tetapi, tidak tertutup
kemungkinan bahwa nilai disuatu tempat lebih baik dari nilai pada tempat yang
lain, karena berdasarkan tingkat kemampuan intelektual orang-orang yang berada
di dalamnya.
Berikut
akan dipaparkan beberapa contoh nilai dan cara menilainya.
1.
Konsep keadilan
:
Seorang
pendidik, saat ia mengajarkan tentang keadilan artinya ia telah memaparkan
sebuah konsep yang bicara tentang keadilan dan sikap-sikap yang menunjukkan
orang yang berlaku adil. Dan konsep ini akan lebih bernilai jika secara
perilaku sang guru mengaplikasikannya dalam pergaulan pendidikan, seperti
berlaku adil dalam menghadapi permasalahan siswa, memberi penghargaan bagi
siswa yang berprestasi, memberi hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahan
yang dilakukan, dan lain – lain.
2.
Konsep hidup
sederhana
Seorang guru
bicara tentang hidup sederhana, menanamkan perilaku rajin menabung, dan harus
pandai memilih dan membeli barang yang
berguna. Konsep ini, akan bernilai jika guru langsung mencontohkan sikap hidup
berhemat, tidak boros, dan tidak berlebih – lebihan, karena pembelajaran akan lebih
melekat dan menghasilkan hasil yang maksimal dengan keteladanan.
3.
Konsep budaya
musyawarah
Pemimpin saat
terpilih untuk memimpin sebuah organisasi atau suatu kumpulan, ia menyatakan
akan bekerja sama dengan bawahan, dam membudayakan musyawarah untuk
menghasilkan pemikiran yang lebih baik. Konsep budaya musyawarah lebih
bernilai, jika sang pemimpin bijaksana dalam memimpin rapat, yaitu mendengarkan
pendapat orang lain, tidak menginterpensi kebijakan, atau memaksakan pendapat
pada bawahan.
4.
Konsep
menyayangi saudar
Seorang Ayah
memaparkan tentang hubungan keluarga tidak sekedar hubungan darah, secara jelas
ia kemukakan tentang indahnya berkasih sayang. Konsep ini lebih bernilai saat
sang ayah mencontohkan cara mencintai dengan memberikan perhatian pada anaknya
tanpa kecuali, dan selalu segera membantu jika anak membutuhkannya. Maka
nilai-nilai ini melekat kuat untuk dijadikan sebagai teladan dalam keluarga,
dengan mencintai maka kita kan memahami dan menghargai sebuah perbedaan .
Al Rasyidin
menyatakan : “..., dalam konteksnya dengan kata-kata sebagai penunjuk nilai,
Frankel menyatakan bahwa apa yang dikatakan seseorang bisa memberi
petunjuk mengenai apa nilai yang dianut
dan diyakininya. " 18 ,
maka kesimpulannya adalah indikator penunjuk nilai untuk memberikan penilaian
yaitu dengan melihat apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang.
E.
Karakter
Nilai ( The Nature Of Values ) 19
Nilai memiliki lima
karakter utama, yaitu :
1. Nilai adalah sesuatu yang abadi ( a value an
enduring)
2. Nilai adalah keyakinan (a value is belief)
3. Nilai digunakan untuk merujuk orang yang bertingkah
laku ( a value refers to mode of conduct or end- state of exixtence )
4. Nilai adalah sesuatu yang kita inginkan (a value is a preference as well as a conception of the
preferable)
5. Nilai adalah sesuatu yang dipandang
baik secara personal maupun sosial (a value is a conception of something that
is personally or socially preferable )
Milton Rokeach,
memberikan penjelasan terhadap karakter nilai ini
secara rinci dalam bukunya yang berjudul The Nature Of Human Value
18.
Lihat Al Rasyidin, Demokrasi
Pendidikan Islam.h 26.
19.
Lihat Milton
Rokeach, The Nature Of Human Value , h.
5-10
1.
A value is enduring
Rokeach says :
“ If values were completely stable, individual
and social change would be impossible. If values were completely unstable,
continuity of human. personality and society would be impossible. Any
conception of human values, if it is to be fruitful, must be able to account
for the enduring character of values as well as for their changing character. “
“ It may be suggested that the enduring quality of values arises mainly from the fact that
they are initially taught and learned in isolation from other values in an
absolute, all-or-one manner. such and such a mode of behavior or end-state, we
are taught, is always desirable. we are not taught that is desirable, for
example, to be just a little bit honest or logical, or to strive for just a
little bit of salvation or peace. N or are we taught that such modes or
end-state are sometimes desirable and sometimes not. it is the isolated and
thus the absolute learning of values that more
or less guarantees their endurance and stability. “
Pengertiannya
adalah :
“ Jika nilai-nilai benar-benar stabil, perubahan individu dan sosial akan menjadi mustahil. Jika nilai-nilai benar-benar tidak stabil, kontinuitas kepribadian manusia dan masyarakat tidak akan
mungkin. Maka setiap konsepsi nilai-nilai manusia harus mampu menjelaskan karakter abadi dari nilai-nilai pada setiap perubahan karakter mereka. “
“ Ini merupakan saran bahwa kualitas keabadian nilai muncul dilihat dari kenyataan di mana mereka pada awalnya diajarkan dan mempelajari nilai-nilai itu secara terpisah dari yang lain, baik sebagian
tentang nilai maupun keseluruhan. Kita
belajar untuk menginginkan sesuatu, bukan apa yang seharusnya kita inginkan
sebagai manusia. Sebagai contoh kita menginginkan kejujuran, tapi keinginan
kita tidak timbul dari diri sendiri untuk berlaku jujur maka kita tidak akan
mendapat nilai kejujuran dari orang lain. Hal ini sama dengan menginginkan
perdamaian, maka seharusnya kita yang memulai bersikap damai. Tidak tertutup
kemungkinan kadang-kadang tidak ada yang memotivasi kita untuk memiliki
keinginan. Namun, nilai-nilai yang sudah ada yang mengandung keabadian secara
makna, dapat menjamin bertahannya nilai
yang dianut oleh seseorang.”
2.
A value is belief
Rokeach says :
“ Three types of believe have previously been
distinguished : descriptive or existential beliefs, those capable of being true
or false ; evaluative beliefs, wherein the object of belief is judged to be
good or bad: and prescriptive or proscriptive beliefs, wherein some means or
end of action is judged ti be desirable or underisable. A value is a
belief of the third kind - a
prescriptive or proscriptive belief. " a value is belief upon which a man
acts by preference. “
Pengertiannya
adalah :
“ Tiga jenis percaya
sebelumnya telah dibedakan: keyakinan deskriptif atau eksistensial, mereka mampu
menjadi benar atau salah; keyakinan
evaluatif, dimana objek kepercayaan dinilai baik atau buruk: dan keyakinan preskriptif atau proscriptive,
dimana beberapa cara atau akhir tindakan dinilai
ti diinginkan atau
underisable. Nilai adalah kepercayaan jenis ketiga
- sebuah keyakinan preskriptif atau proscriptive. "
Nilai adalah keyakinan yang di atasnya manusia bertindak oleh preferensi. “
3.
A value referes to a mode of conduct or end –state of
exixtence
Rokeach
says :
“ This distinction between the two kinds of
values - instrumental and terminal - is an important one that we cannot afford
to ignore either in our theoretical thinking or in our attempts to measure
values. For one thing, the total number of terminal values is not necessarily
the same as the total number of instrumental values. For another, there is a
functional relationship between instrumental and terminal values that cannot be
ignored. “
Pengertiannya
adalah :
“
Perbedaan antara
dua jenis nilai - instrumen dan terminal - merupakan salah satu yang penting
bahwa kita tidak bisa mengabaikan baik dalam pemikiran teoritis kita atau dalam
upaya kita untuk mengukur nilai-nilai. Dalam
satu sisi, jumlah total nilai terminal tidak tentu sama dengan jumlah nilai-nilai
instrumental. Dan di sisi yang lain , ada hubungan
fungsional antara nilai-nilai instrumental dan terminal yang tidak dapat
diabaikan. “
4.
A value is a preference as well as a conception of the
preferable
Rokeach
says :
“ A value, as Kluckhohn defines it,is a
conception of the desirable and not
something merely desired. this view of the nature of values suffers from the
fact that it is extremely difficult to define desirable. we are no better off
and no further along talking about conception of the desirable than talking
about values. “
Pengertiannya
adalah :
“
Kluckhohn mendefinisikan nilai, adalah
konsepsi yang diinginkan, dan bukan sesuatu hanya diinginkan. pandangan tentang
sifat dari nilai menderita dari kenyataan bahwa sangat sulit untuk menentukan
diinginkan. kita tidak lebih baik dan tidak lebih jauh berbicara tentang
konsepsi diinginkan daripada berbicara tentang nilai-nilai. “
5.
A value is a conception of something that is personally or
Socially Preferable
Rokeach says :
“
If a person's values
represent his conceptions of the
desirable the question arises : desirable for whom ? for himself ? for another
? when a person tells us about his values, it cannot be assumed that he
necessarily intends them to apply equally to himself and to others. consider, for example, the meaning of that
familiar expression : children should be seen and not heard. Translated into
the language of values, this statement apparently means to the person asserting
it : i believe it is desirable for children but not for adults to behave in
certain ways. a person who informs us about his values may (or may not) intend
to apply them differentially to young and old, men and woman, blacks and
whites, rich and poor. and so on. “
Pengertiannya
adalah :
“
Jika nilai-nilai
seseorang merupakan konsepsi tentang apa
yang diinginkannya maka akan muncul pertanyaan: diinginkan untuk siapa? untuk dirinya
sendiri? untuk orang lain? ketika seseorang menceritakan tentang nilai-nilai, hal ini tidak dapat diasumsikan bahwa dia tentu bermaksud untuk memberlakukannya untuk dirinya
sendiri dan orang lain, tetapi ia lebih mempertimbangkan,
misalnya, makna bahwa ekspresi akrab: bukan
dengan cara mendengar tapi melihat anak-anak secara
langsung. Dalam ruang lingkup nilai,
maka pernyataan ini
tampaknya menggambarkan bahwa seseorang
percaya hal ini menjadi keinginan anak-anak, tetapi hal ini tidak berlaku untuk
orang dewasa kecuali pada cara-cara tertentu. Dan orang yang memberitahu kita tentang
nilai-nilai mungkin (atau tidak mungkin),
dengan berniat untuk menerapkannya secara berbeda untuk tua dan muda, pria dan wanita, kulit hitam dan
putih, kaya dan miskin. dan sebagainya.
Dari
kelima karakter yang telah diuraikan oleh Rokeach, telah menggambar pengertian
nilai yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sebagai analisa nilai merupakan sesuatu
yang abadi hal ini mengandung pengertian bahwa secara hakikat zaman bisa saja
berubah, teknologi bisa saja semakin canggih, atau pemikiran sudah semakin
maju, tetapi nilai tetap mendapat tempat mulia sebagai nilai yang tak
tergantikan karena perubahan-perubahan. Keyakinan manusia akan keabadian nilai
, membuat pribadi dapat bertahan lama, perkembangan zaman tidak sewenang-wenang
menginginkan hilangnya keadilan, kejujuran, dan nilai-nilai lain. Maka manusia
yang bijak adalah manusia yang mempertahankan nilai-nilai dan yakin bahwa
nilai-nilai ini yang akan membawanya menuju kebahagiaan. Nilai juga sesuatu
yang harus kita inginkan, dengan keinginan ini manusia dapat mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupannya sehari-hari, di mana saja dan kapan saja. Dengan
nilai seseorang bisa memberikan penilaian sekaligus dinilai oleh orang lain,
tentu dengan memakai prinsip atau pertimbangan dari keenam sumber nilai, yang
pada akhir penilaian, maka seseorang dapat mengukur dirinya sudah baik
dipandang secara individu, atau secara social dengan apakah sudah terkategori
orang baik saat bergaul dalam memainkan perannya di masyarakat.
Lima
karakter di atas saling mengikat antara satu dengan yang lain, membentuk sebuah
kesatuan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Tidak mungkin seseorang
hanya percaya nilai itu memiliki kekuatan yang abadi, jika ia tidak pernah berusaha
mewujudkan nilai itu sendiri, dan tidak mungkin nilai itu terwujud tanpa
disengaja. Karena nilai adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dengan alasan ini maka nilai hanya bisa terwujud dengan keinginan
manusia, baik dalam skala kecil maupun besar.
F.
Sistem
Nilai
Pada
bahasan Summary, Rokeach menjelaskan tentang system nilai 20
yang ia rangkum kembali
dengan pengertian nilai, ia menyatakan :
“
The following more extended definitions
of value and a value system are offered. To say that a person has a value is to
say that he has an enduring prescriptive or proscriptive belief that a specific
mode of behavior or end-state of existance is preferred to an oppositive mode
of behavior or end-state. This belief transcends attitudes toward objects and
toward situations : it is standard that guides and determines action, attitudes
toward objects and situations, ideology, presentation of self with others, and
attempt to influence others. “
Pengertiannya
adalah :
“
Definisi yang lebih
luas tentang
nilai dan sistem nilai yaitu. seseorang dapat dikatakan memiliki nilai adalah apabila ia
memiliki keyakinan preskriptif atau
proscriptive abadi, dengan
pengertian keberadaan dirinya dengan semua situasi mampu bertahan dengan baik
dari awal sampai akhir. Keyakinan ini akan
melewati batas dalam menyikapi obyek
dan menentukan arah perilaku dalam berbagai situasi: hal ini akan
menjadi standar untuk
membimbing diri dan menentukan tindakan, menyikapi objek dan situasi, memiliki ideologi, mampu
mempresentasi diri dengan
orang lain, dan berusaha untuk mempengaruhi
orang lain
untuk mewujudkan nilai yang sama. “
Maka menurut Rokeach, sistem nilai adalah standard that guides and determines action,
attitudes toward objects and situations, ideology, presentation of self with
others, and attempt to influence others. Nilai menjadi standar untuk
membimbing baik untuk diri sendiri maupun orang lain, nilai merupakan dasar
penentuan langkah seseorang, nilai memberikan motivasi agar manusia dapat
menyikapi obyek dengan baik dalam berbagai situasi, nilai menambah keyakinan
20.
Lihat Milton Rokeach, The Nature Of Human Value , h. 25
terhadap
ideology, nilai bukan hanya mampu
mempertahankan keberadaan diri tapi juga mampu mempengaruhi orang lain
untuk berlaku dan atau mewujudkan bersama nilai-nilai dalam kehidupan.
Secara khusus dalam ajaran Islam, sistem nilai
dikenal sebagai kerangka acuan bahkan rujukan dalam berpikir dan berperilaku,
baik secara rohani maupun jasmani. Sistem nilai diambil dari dasar ajaran agama
secara menyeluruh atau totalitas, dengan maksud kedua sumber ajaran agama yaitu
Al-Qur’an dan Hadits menjadi pedoman mutlak, tanpa mengambil yang satu dan
meninggalkan yang lain.
Terkait dengan sistem nilai, , pakar psikologi
Elizabeth Hurlock 21
dalam bukunya “ Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” melakukan penerapan
value sistem pada anak usia dini dengan mengemukakan empat hal utama yang harus
dipelajari oleh seorang anak agar menjadi orang yang bermoral.
1. Mempelajari
apa yang diharapkan oleh kelompok sosial atau anggota keluarga.
2. Mengembangkan
hati nurani.
3. Belajar
mengalami perasaan bersalah atau rasa malu.
4. Mempunyai
kesempatan untuk berinteraksi sosial.
Miarti Yoga seorang Kepala Sekolah Zaidan Tutorial
Preschool Bandung, dalam artikelnya yang berjudul “ Menerapkan Sistem Nilai
pada Anak usia Dini “ menyatakan :
“
Bahkan pembelajaran sistem nilai yang
sesungguhnya diawali dari hal-hal yang sangat kecil. Karena itu, Anda jangan
heran bila buah hati Anda dilatih sejak kecil untuk selalu minum pada gelasnya sendiri,
kelak dewasa nanti ia tampil menjadi pribadi yang berhati-hati dan tidak
semena-mena memperlakukan orang lain. Anda juga jangan heran bila sejak anak
Anda mampu berbicara, Anda selalu mengingatkannya untuk mengatur nada suara,
kelak di kemudian hari anak Anda akan berbicara dengan tertata dan tidak
sembarang ucap.” 22
21. Miarti Yoga, (2009), Menerapkan Sistem Nilai pada Usia Dini, (Online),
Tersedia : http://jabar.tribunnews.com/index.php/read/artikel/12087/
( 10
Maret 2011 )
22. ibid
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
1.
Adanya perbedaan
yang mendasar antara pengertian nilai, moral, norma, bahkan etika, dan akhlaq.
2.
Nilai merupakan gagasan atau konsep yang memiliki kualitas, sehingga menjadikan
hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, bermuatan
motivasi, dalam mencapai tujuan kehidupannya, sedangkan moral yaitu pandangan tentang baik
buruk dan benar salah suatu perilaku atau perbuatan yang ditampilkan seseorang.
Pengertian norma adalah suatu ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi
pertimbangan dan penilaian, berbeda dengan etika yaitu ilmu yang mempelajari
cara manusia memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik. Istilah
terakhir akhlaq yang merupakan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang menjadikan seseorang berkemampuan menilai perbuatan baik atau
buruk untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.
3.
Nilai bersumber pada etika, estetik, logika, agama, hukum,dan budaya.
4.
Indikator
petunjuk nilai dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan dilakukan oleh
seseorang sehingga bisa memberi petunjuk tentang keyakinan yang dianutnya.
B.
Saran
Mempelajari nilai bukan sekedar untuk mengetahui
teori atau konsep belaka, harapan terbesar adalah adanya perubahan sikap
ataupun perilaku kita selaku orang yang sudah mengenyam pendidikan tinggi,
dengan keteladanan maka kita dapat mewariskan sifat-sifat mulia pada peserta
didik dan orang sekitar kita.
Tidak ada tempat kembali yang lebih baik selain
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka mari kita jadikan kedua sumber ini menjadi
sumber utama dalam mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyidin, (2011), Demokrasi
Pendidikan Islam, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung.
Al Rasyidin, (2008), Falsafah
Pendidikan Islam, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung.
Al Rasyidin (2009), Percikan
Pemikiran Pendidikan, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung.
Cyril Poster, (2000), Gerakan
Menciptakan Sekolah Unggul, Lembaga Indonesia Adidaya, Jakarta.
Din Zainuddin, (2004), Pendidikan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Islam, Al-Mawardi Prima, Jakarta,.
K. Bertens, (2004), Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Milton Rokeach, (1973), The Nature Of Human Value The Free Press, NewYork.
Sjarkawi, (2006), Pembentukan
Kepribadian Anak , Bumi Aksara,
Jakarta.
Zaim Elmubarok, (2008), Membumikan
Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.
Miarti Yoga, (2009), Menerapkan Sistem Nilai pada Usia Dini,
(Online), Tersedia : http://jabar.tribunnews.com/index.php/read/artikel/12087/ (10 Maret 2011 )
Pusat Bahasa Dep.Pendidikan Nasional RI, (2010), Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Online), Tersedia : http://pusatbahasa.diknas.go.id (10 Maret 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar